Nasi
Padi termasuk dalam pola makan sehari-hari, akan tetapi seiring berkembangnya teknologi, maka dimungkinkan untuk memperjualbelikan padi dan beras dari tempat lain. Bukti temuan padi liar ditemukan di pulau Sulawesi berasal dari sekitar tahun 3000 SM. Meskipin demikian, bukti awal dari pertanian beras didapati dari prasasti abad kedelapan di Jawa yeng menyebutkan raja menerapkan pajak dalam bentuk padi. Pembagian kerja antara laki-laki, perempuan, dan hewan ternak tetap lestari dalam pertanian padi di Indonesia, seperti ditemui dalam ukiran relief candi Prambanan, Jawa Tengah yang berasal dari abad kesembilan: Bajak sawah diikatkan pada kerbau; perempuan menanam benih dan menumbuk padi, serta laki-laki mengangkut padi hasil panen dengan pikulan di pundaknya. Pada abad keenambelas, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristokrat dan ningrat saat upacara dan perayaan pesta.[1]
Pertanian padi memerlukan sinar matahari yang cukup. Penanaman padi di Indonesia terkait dengan perkembangan perkakas pertanian dari logam dan pemeliharaan ternak kerbau untuk membajak sawah dan kotorannya digunakan untuk pupuk. Aslinya bentang alam Indonesia diselimuti oleh hutan hujan tropis, namun secara perlahan mulai digantikan dengan sawah dan permukiman untuk mengembangkan pertanian padi yang telah berkembang selama 1500 tahun.[1]
Bahan makanan pokok lainnya adalah jagung (di kawasan kering seperti Madura dan Nusa Tenggara), sagu (di kawasan Indonesia Timur), singkong (dikeringkan dan disebut tiwul sebagai alternatif makanan pokok di kawasan gersang Jawa seperti Gunung Kidul dan Wonogiri), ketela serta umbi-umbian (khususnya pada musim paceklik).